Sabtu, 30 April 2011

Grumman F-14 Tomcat



Pada akhir tahun 1950-an Angkatan Laut AS mengumumkan bahwa mereka membutuhkan pesawat tempur baru yang akan digunakan sebagai long range interceptor untuk melindungi armada US Navy dari ancaman serangan pesawat pembom dan peluru kendali jarak jauh Uni Soviet. Sebagai long range interceptor, pesawat tempur tersebut harus memiliki radal yang lebih hebat dan dipersenjatai dengan peluru kendali yang memiliki jarak tembak lebih jauh dari yang digunakan oleh pesawat F-4 Phantom II. Untuk menghemat biaya, Angkatan Laut AS akhirnya bergabung dalam program Tactical Fighter Experimentel (TFX) bersama Angkatan Udara AS. Dalam program tersebut, perusahaan General Dynamic bekerja sama dengan Grumman untuk membuat F-111B yang merupakan varian AL dari pesawat tempur F-111 Aardvark.




Program TFX ternyata menjadi salah satu program militer AS yang paling banyak menyedot biaya dan hasil uji coba juga ternyata memperlihatkan bahwa F-111B terlalu berat untuk dioperasikan dari kapal induk dan F-111B tidak memenuhi persyaratan yang diinginkan oleh Angkatan Laut AS. Program TFX Angkatan Laut AS kemudian berakhir setelah kongres menghentikan dana untuk program tersebut pada bulan Mei 1968.


Kegagalan program TFX tidak menghentikan langkah US Navy untuk membuat program pengadaan pesawat tempur baru. Tidak lama setelah diumumkannya pembatalan program TFX, Angkatan Laut AS meluncurkan program Naval Fighter Experimental (NFX). Dalam program NFX tersebut Angkatan Laut AS mengeluarkan spesifikasi bahwa pesawat tempur baru tersebut diawaki dua orang dan mampu terbang dengan kecepatan Mach 2,2 serta dapat pula digunakan sebagai close support aircraft. Berbekal pengalaman bekerja sama dengan General Dynamics dalam pengembangan F-111B, program NFX akhirnya dimenangkan oleh pesawat tempur hasil rancangan Grumman. Prototype pesawat ini berhasil melakukan first flight pada tanggal 21 Desember 1970 dan selanjutnya pesawat tempur tersebut diberi nama F-14 Tomcat.



Sebagai long range interceptor, F-14 Tomcat dilengkapi dengan radar AN/AWG-9 buatan Hughes yang mampu melacak 24 sasaran sekaligus dari jarak lebih dari 240 km (pada tahun 1980-an, radar AN/AWG-9 ini diganti dengan AN/APG-71 yang merupakan pengembangan dari AN/APG-70 yang digunakan oleh pesawat F-15E Strike Eagle). Sebagai persenjataan utama F-14 adalah peluru kendali udara jarak jauh AIM-54 Phoenix yang memiliki jarak tembak 180 km dengan hulu ledak seberat 61 kg (F-14 merupakan satu-satunya pesawat tempur AS yang dipersenjatai dengan peluru kendali AIM-54), peluru kendali jarak menengah AIM-7 Sparrow (dengan hulu ledak seberat 40 kg dan jarak tembak 32-50 km), dan peluru kendali jarak pendek AIM-9 Sidewinder (dengan hulu ledak seberat 9 kg dan jarak tembak 19 km). Sebagai persenjatan tambahan untuk pertempuran jarak dekat, F-14 dipersenjatai pula dengan kanon tipe gatling M61 kaliber 20mm.




Mulai dioperasikan oleh Angkatan Laut AS pada tahun 1974, operasi militer pertama yang melibatkan F-14 Tomcat adalah Operation Frequent Wind pada bulan April 1975. Dalam operasi tersebut F-14 beroperasi dari atas kapal induk USS Enterprise dan melakukan patroli udara untuk melindungi penarikan mundur Amerika Serikat dari Vietnam. Walaupun sempat ditembaki oleh meriam anti serangan udara Vietnam Utara, tetapi tidak ada F-14 yang berhasil ditembak jatuh dan F-14 sama sekali tidak bertemu dengan MiG-MiG Vietnam Utara selama operasi militer tersebut.



Selama masa operasionalnya, F-14 bisa dikatakan lebih banyak digunakan untuk mengusir pesawat-pesawat Uni Soviet yang mendekati armada Angkatan Laut AS. Namun bukan berarti F-14 Angkatan Laut AS tidak pernah digunakan dalam pertempuran udara. Tercatat setidaknya ada dua kali pertempuran udara yang melibatkan F-14 milik AS, dan keduanya terjadi di Teluk Sidra dengan melibatkan pesawat tempur Angkatan Udara Libya. Insiden pertama terjadi pada tanggal 18 September 1981 dan F-14 US Navy berhasil menembak jatuh dua pesawat Su-22 AU Libya. Sementara insiden kedua terjadi pada tanggal 4 Januari 1989 dan F-14 berhasil menembak jatuh dua MiG-23 AU Libya.




F-14 banyak digunakan oleh Angkatan Laut AS dalam sejumlah operasi militer, dan sebagian besar ditugaskan untuk misi-misi combat air patrol. Dalam Perang Teluk tahun 1991, F-14 AS berhasil menembak jatuh sebuah helikopter Mi-8 Irak yang sekaligus menjadi ‘air-to-air kills’ terakhir yang dicatat oleh F-14 Amerika Serikat. Namun dalam perang tersebut sebuah F-14 berhasil ditembak jatuh oleh peluru kendali SA-2 pada tanggal 21 Januari 1991. Pesawat tersebut diawaki oleh pilot Letnan Devon Jones dan Radar Intercept Officer (RIO) Letnan Lawrence Slade. Kedua berhasil eject dan selamat. Jones berhasil diselamatkan oleh pasukan AS, namun Slade tertangkap oleh pasukan Irak dan menjadi tawanan perang hingga akhirnya dibebaskan pada tanggal 4 Maret 1991.



Berakhirnya perang dingin membawa peran baru bagi F-14 Tomcat. Sejak tahun 1980-an sebenarnya F-14 juga sudah dioperasikan pula sebagai pesawat intai taktis seiring dengan dipensiunkannya RF-8G Crusader dan RA-5C Vigilante. Untuk misi intai taktis ini F-14 dilengkapi dengan perangkat TARPS (Tactical Airborne Reconnaissance Pod Systems). Pada perangkat TARPS tersebut terdapat kamera KS-87B, kamera panoramik KA-99, dan sensor infra merah AN/AAD-5A. F-14 dengan peralatan TARPS ini mulai dioperasikan pada tahun 1981. Kemudian pada tahun 1996 kemampuan TARSP ditingkatkan melalui TARPS-D yang dilengkapi kamera digital Pulnix dan selanjutnya pada tahun 1998 kembali ditingkatkan melalui perangkat TARPS-CD yang mampu memperlihatkan hasil pengintaian secara




Selain kemampuan sebagai jet intai taktis, F-14 juga dilengkapi dengan kemampuan ground attack menyusul dipensiunkannya pesawat A-6 Intruder pada tahun 1997. Pengembangan F-14 dengan kemampuan serang darat ini sebenarnya sudah dimulai pada tahun 1994 dan F-14 dengan kemampuan serang tersebut dikenal dengan nama Bombcat. Varian Bombcat dilengkapi dengan kemampuan untuk membawa bom berpenuntun laser sampai seberat enam tom.



Varian Bombcat pertama kali digunakan dalam Operation Deliberate Force pada tahun 1995 di daerah Balkan, menyusul kemudian Operation Desert Fox di Irak pada tahun 1998. Pesawat tempur ini masih terus digunakan dalam Operation Allied Force di Kosovo pada tahun 1999, Operation Enduring Freedom di Afghanistan tahun 2001, dan Operation Iraqi Freedom di Irak pada tahun 2003. F-14 terus digunakan untuk mendukung operasi militer AS di Irak dan Afghanistan sampai akhirnya F-14 dipensiunkan pada tahun 2006. Sebagai pengganti F-14 Tomcat, Angkatan Laut AS kemudian memilih F-18 E/F Super Hornet.




Angkatan Udara Iran adalah satu-satunya pengguna F-14 Tomcat di luar Angkatan Laut AS. Iran memperoleh puluhan F-14 pada masa Shah Iran yang dikabarkan ikut memberikan dana kepada Grumman untuk membiaya pengembangan jet tempur ini. Pasokan suku cadang dari AS memang terputus setela Revolusi Iran pada tahun 1979, namun Iran berhasil memperoleh sejumlah suku cadang dari pasar gelap, termasuk dari beberapa negara Eropa Barat dan Israel serta dari AS sendiri melalui skandal Iran-Contra. F-14 milik Iran digunakan selama perang Irak-Iran dan dikabarkan berhasil menembak jatuh sekitar 130 unit pesawat tempur Irak. Salah satu pilot F-14 Tomcat Angkatan Udara Iran adalah Mayor Jalal Zandi yang berhasil menembak jatuh sembilan pesawat Irak dengan menggunakan F-14, termasuk dua MiG-23 dan tiga Mirage F-1. Zandi sendiri tetap berkarier di Angkatan Udara Iran setelah perang selesai, namun tewas dalam kecelakaan lalu lintas pada tahun 2001. Sampai saat ini Angkatan Udara Iran masih terus mengoperasikan F-14 Tomcat.


Specifications (F-14D)
Crew : 2
Powerplant : 2 x 123.7 kN / 27.800 lb – thrust General Electric F-110-GE-400 afterburning turbofan engines
Length : 19.10m
Wingspan : 19.55m spread; 11.58m swept
Height : 4.88m
Weight empty : 19,838 kg
Maximum take-off weight : 27,700 kg
Maximum speed : 2,485 km/h
Range : 926 km combat radius
Service ceiling : 15,200m
Armament : 1 x 20mm M61 cannon; up to 10 x air-to-air missiles or 6,000 kg of bombs.



Source : KASKUS

1 komentar: